Kamis, 18 September 2014

`
                                                 
                                                                     `Can you feel me`

Cerpen By Muhammad Aryanda and Dindaw 




-o0o-

”Hm, bunga mawarnya satu.” Kata seorang laki-laki berseragam sekolah menengah atas itu. Sang penjual segera meraih sebuket bunga mawar yang tersusun di dekatnya lalu di serahkan kepada laki-laki tersebut dengan senyuman umum yang sering di lontarkan kepada pembeli lainnya.

”Terimakasih sudah berkunjung.”

Awan kumolunimbus sudah bergerak menyelimuti seluruh atap kota Jakarta, semlir angin juga ikut menanti turunnya hujan. Tepat saat laki-laki itu—Zino— keluar dari toko bunga, setitik air mulai berjatuhan, satu, dua, tiga dan sampai tak terhitung lagi. Dalam sekejap jalanan sudah basah karena air hujan, walaupun hanya gerimis tapi tetap saja kalau airnya jatuh secara bersamaan dan dalam jumlah yang banyak sekejap saja permukaan akan di selimut oleh percikan air-air hujan.

 
Zino gelagapan, seharusnya dia membawa jaket atau semacam baju lainnya yang mampu melindungi dirinya dari hujan dadakkan seperti ini. Pikirnya, hujan akan turun pada sore hari. Dan seharusnya lagi dia tidak membuat firasat tolol seperti itu. Zino  menepi di teras toko, mengusap wajahnya yang sudah terkena air hujan . Zino  mengedarkan pandangannya ke segala arah, dan berhenti tepat dimana motornya terparkir.

Lari kesana, menyalakann motor, lalu pergi menembus hujan. Itu sepertinya kalimat yang paling masuk akal yang berjejal di kepala
Zino sejak duapuluhempat jam yang lalu. Detik berikutnya dia ingin melakukan hal tersebut, tapi saat seorang gadis berjalan ke arahnya di iringi dengan kabut yang seolah adalah bayangannya. Zino terpekik kaget saat menyadari siapa gadis itu.

Gadis yang membuatnya tidak tenang selama duapuluhempat jam ini.

”Amanda!” Akh! Tanpa pikir panjang
Zino  segera menerobos hujan untuk menghampiri gadis itu, dan berniat membawa gadis itu menepi—teras toko. Tapi niatnya langsung tak terlaksanakan saat amanda mencekal pegangan erat zino. ”Kamu ngapain disini? Bukannya kamu sakit? Seharusnya kamu dirumah sakit, dan kamu disini sama siapa? Kenapa hujan-hujanan?...”

”zino, pergi ketaman, yuk.” amanda menyela ucapan zino yang seolah-olah tidak menganggap kalimat penuh khawatir laki-laki ini.

zino mengernyit. Mereka berdua sudah basah karena air hujan.

”Tapi kam...”

  Amanda kembali menyela zino, kali ini tidak dengan ucapan melainkan tangannya yang meraih pergelangan tangan Zino dan mereka segera berjalan ke arah taman kota.

Hujan terus mengguyur kota ini. Tidak memperdulikan pedagang kaki lima yang terseok-seok panik karena hujan dadakkan ini. Angin semakin membabi buta, sesuatu kasat mata itu berubah sedingin es dan menapar-nampar kulit manusia yang telanjang.


"Amanda!” Zino naik pitam, tidak seharusnya dia mengikuti ide gila gadis ini—pergi ke taman dalam kondisi hujan—”ayo, kita pulang! Kamu masih sakit!” benar ucapan Zino, gadis ini terlihat pucat dan bibirnya terliha kering walaupun air hujan membasahinya.

  Amanda terdiam. Bahunya bergetar, merasakan atmosfer bentakkan Amanda menyelubungi sel-sel tubuhnya. Sejenak dia menatap Zino dengan pandangan tidak percaya sekaligus sepasang matanya yang berubah nanar.

Ekspresi wajah Zino berubah menjadi merasa bersalah. Akh! Amanda selalu seperti ini. ”Kamu masih sakit, aku engga mau sakit kamu nambah parah dan kamu bakalan jadi sakit-sakitan.” Tangan Zino refleks mengusap air hujan yang membasahi wajah Amanda. Benar itu air hujan?

”Aku cuma mau ngabisini waktu sama kamu. Hari ini,”

”Masih ada hari besok. Sekarang hujan, nda,”

”Kita udah terlanjur basah. Jadi apasalahnya sih.”

”Tapi kamu sakit.”

”Aku baik-baik aja, kok. Udah sembuh.” Air wajah Amansa berubah ceria, dan itu seakan-akan membuktikan kepada Zino kalau dia baik-baik saja.

Zino menghela napas pendek. Dan itu sepertinya tindakkan kalau dia menyerah menanggapi gadis ini. Amanda menyambar pergelangan tangan Zino dengan wajah berseri-seri.

Hubungan keduanya sudah terjalin sejak kelas tiga SMP dan sekarang keduanya sudah menginjakkan kaki di kelas dua SMA. Zino mencintai Amanda dan Amanda juga mencintainya, cinta yang tubuh di kamar hati mereka menepis ego yang tersemat dalam hubungan ini. Tak jarang mereka bertengkar karena kalau pembagian kelompok entah kenapa Zino selalu di antara para gadis, Amanda bisa diam seperti batu selama duapuluhempat jam kalau mendengar kabar seperti itu. Mereka beda kelas. Tapi anehnnya, Zino tidak pernah bertingkah seperti Amanda karena dia tahu kalau Amanda mencintainya—hanya mencintainya.

Tetapi, apa yang di pikirkan Zino belum tentu Amanda tahu. Amanda merasa zino tidak mencintai dirinya seperti dia mencintainya. Namun semuanya terjawab saat kemarin Amanda pingsan karena kelalahan menjalani latihan cheers dan trainee di sebuah agency. Zino sudah melarang Amanda agar hanya mengikuti satu kegiatan, karena bagaimanapun juga Amanda sangat muda letih, tidak sebanding dengan semangatnya yang berapi-api.

Ini gila! Zino tersadar dari lamunannya dan segera beranjak dari kursi taman yang sudah dia duduki kurang lebih setengah jam. Walaupun kursi taman ini bersarang di bawah pohon besar, tetap saja hujan masih bisa menerobos melalui cela-cela batang.

Wajah Amanda pucat seperti porselin.

”Seteng..ngah.. Jam.. la..ggii..” Gigi Amanda bergemeletukkan. Zino meringis melihat Amanda.

”Tapi kamu udah kedinginan, nda,” suara zino penuh penekanan di setiap katanya.

”Sini.” Amanda menyuruh zino duduk di sebelahya lagi.

  Zino menggeleng. ”Kita pulang.”

”Aku sayang sama kamu.”

Jantung zino seperti berhenti bekerja. Dia sering mendengar kalimat itu dari bibir amanda, tapi kali ini,zino merasa ada yang aneh. Kalimat lirih itu meluncur dari bibir pucat amanda dengan sangat lembut di terima telinga zino. zino kembali duduk, amanda bergerak medekati zino untuk merengkuh lengan laki-laki itu.

”Kamu belum jawab.”

  amanda tidak sedang bertanya, tapi zino paham.

”Aku juga sayang sama kamu,” Di rengkuhnya kepala amanda lalu ia mengecup lamat-lamat puncak kepala gadis ini. zino tidak tahu harus bersikap seperti apalagi, tubuh amanda bergetar karena kedinginan. Jadi, dia hanya dapat melakukan ini. Merengkuhnya. ”Kamu udah kedinginan, kita pulang, ya?”

  Amanda menggeleng. ”Aku masih kangen sama kamu. Paham?”

”Aku cuma takut kamu makin sakit. Paham?”

  Amanda menggeliat dalam rengkuhan zino. Dia mencari posisi senyaman mungkin. ”Kamu selalu bisa ngabisin waktu lama bangeet sama temen cewek kamu.”

”Itu kan untuk kepentingan sekolah.” zino menjawab santai.

”Mereka lebih istimewa, ya?”

  zino terkekeh. ”Yang paling istimewa itu kamu, karena kamu cuma ada sekali dalam hidup aku.”

”Tapi aku cemburu. Itu ngebuat aku jadi jarang ketemu kamu. Setiap hari kamu ngebuat aku kangen sama kamu itu hobi, kamu, ya?”

”Kita udah pernah bahas ini sebelumnya, nda.”

”Kamu gak pernah ngerti perasaan aku! Kamu selingkuh, kan!”

Zino
ingin tertawa, sikap amanda mendadak seolah-olah mereka adalah sepasang suami-istri. Iqbaal menggeleng ambigu. amanda  merenggangkan rengkuhannya lalu menarik zino sampai keduanya beranjak dari kursi tersebut.

”amanda, jangan hujan-hujanan,” kata zino khawatir sambil mengusap wajahnya yang sudah di basahi oleh air hujan.

Hujan tidak lagi gerimis. Hujan turun semakin deras di sertai oleh angin tiup yang mampu menerbangkan daun-daun rapuh yang singgah di batang pohon. Amanda membawa zino ke tengah-tengah taman. Disini sangat sepi atau memang hanya mereka berdua. Kabut tipis membuat keduanya sering kehilangan arah di tambah dengan hujan deras yang menghalangi penglihatan.

Amanda terus berlari sambil memegang erat tangan Zino. Tepat di jantung taman, amanda berhenti dan denan sekali gerakkan dia berbalik untuk memeluk zino. Aksinya itu membuat zino nyaris terjengkang.zino mengernyitkan alis, sifat amanda berubah-ubah beberapa menit belakangan ini; kadang dia marah dan kadang bahagia. Aneh.

Dan sekarang, zino merasakan dia seperti sedang memeluk batu. amanda diam sediam-diamnya.

”Amanda?” Panggil zino. Amanda menengadah sambil tersenyum. Senyum manis gadis itu terlihat mengerikan sekarang. Pucat. ”Kita pulang, ya?” Entah sudah berapa kali zino mengucapkan kalimat itu, tapi selalu mendapatkan gelengan dari Amanda.

”Aku mau disini. Sama kamu.” Katanya. Amanda kembali membenamkan wajahnya dalam pelukan Zino. Sesaat hening bekerpanjangan mengitari keduanya. Hening. Hening. Hening. Sampai suara tangisan memecahkan kesunyian yang tercipta. ”Maafin aku, ya, Baal. Aku sering bertingkah aneh sama kamu, sering cemburu engga jelas, sering nyusahin kamu. Sikap aku kayak gitu karena aku selalu pingin dapet perhatian dari kamu, aku pengen denger dari mulut kamu kalau kamu cemburu saat aku deket sama cowok lain..,”

”Sshh.. Sikap aku kayak gitu ke kamu karna aku gak mau hubungan kita hancur gara-gara masalah sepele kayak gitu. Udah, jangan nangis.. Aku cemburu kok waktu liat kamu pergi ke sekolah bareng bagas.” zino mengakui. zino sedikit merenggangan pelukkan agar dia mampu menatap wajah Amanda dan mengusap air matanya. Percuma, air mata itu sudah bercampur dengan air hujan.

”Bener? Tapi kamu gak pernah kangen sama aku. Padahalkan yang selalu sibuk aku!”

”Aku kangen banget. Dan sering. Tapi aku gamau ganggu kegiatan kamu, dan kayak kata kamu, kalo aku kangen sama kamu, aku cuma perlu sebut nama kamu tiga kali, 'Amanda.. Amanda.. Amanda..'”

”Oh, gitttuu.. Hehehe..”

  Zino diam sejenak. Dia mengingat sesuatu yang dia beli tadi, sesuatu yang seharusnya dia antar ke rumah sakit dan memberikamnya kepada Amanda.

”Aku ada sesuatu buat kamu,” Ucap Zino memandang Amanda dengan senyum amat menawan. Amanda mengernyit. ”Kamu tunggu disini.” Tanpa menunggu jawaban dari Amanda, Zino lekas menghambur menuju kursi yang sempat mereka duduki.

Disana ada sebuket bunga. Tapi bukan itu perihal sebenarnya. zino meraih sebuah kotak kecil dalam sakunya, kalau melihat benda ini, Zino jadi teringat kejadian tiga hari yang lalu. Zino tersenyum geli, di raihnya buket bunga yang sudah basah itu... Tapi sebelum itu ponsel dalam sakunya bergetar.

  Cenada Calling's

”Hall..”

Helaan napas Cenada begitu berat. Dia berkata dengan suara bergetar dan parau. ”Amanda udah engga ada..”

  Zino terpekik. ”Lo bercanda? Dia ada sama gue!” Suara Zino sedikit ingin tertawa dan ada nada tidak terima.

”Amanda punya panyakit jantung, zino!.. Ternyata ini alasan dia kenapa kita gak boleh kasih tau mama sama papanya kalo dia ikut tim cheers dan trainee...”

Ponsel Zino terjatuh. Suara Cenada perlahan mengecil dan tak terdengar. Zino berlari sekencang mungkin menuju jantung taman. Dia ingin membuktikan kepada Cenada kalau 'Amanda baik-baik saja' 'Amanda sedang bersamanya' 'beberapa menit yang lalu, Amanda mengatakan padanya kalo gadis itu menyayanginya dengan suara lirih yang menggemaskan'

  Zino tiba di jantung taman. Sambil berteriak, dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari-cari Amanda. Amanda ada disini, Amanda baru saja memeluknya, menangis karena dia cemburu.

Suara tangisan Zino tersamarkan oleh suara hujan yang semakin deras. Gadis itu tidak ada. Gadis pencemburu itu tidak ada disini. Gadis yang selalu menginginkan perhatiannya.

”Amanda..” Zino menatap bunga mawar yang sedari tadi dia genggam, lalu beralih ke kotak kecil yang dalamnya terdapat sebuah kalung.

`kamu tuh gak pernah kangen sama aku, aku yang selalu sms duluan, kamu gak tau, ya, aku nungguin kamu sms ' aku kangen kamu, nda.' sampe aku bosen dan malah ujung-ujungnya aku yang kangenn sama kamuuuu!!`

Tadinya, Zino ingin menyerahkan bunga dan ingin memakaikan kalung ini kepada Amanda sambil berkata, 'Kalo kamu kangen aku, kamu bisa liat kalung ini, disini ada foto aku sama kamu. Aku ngambil diem-diem lohh'

  Zino membuka kalung yang berbentuk hati itu. Disana terdapat sebuah gambar, dimana Amanda tengah tertidur di pesta semalam suntuk ulang tahunnya. Zino menciumnya dengan mata terpejam. Dan kalung ini akan sangat berarti baginya sekarang...

Perlahan tubuh Zino merosot dan dia terduduk di permukaan basah ini. Dia seperti berada di sudut ke sepian; tidak ada lagi sosok gadis itu. Tidak akan pernah ada lagi, gadis itu sudah terkubur jauh dalam benaknya. Hanya disana. Di hatinya.

TAMAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar